Tempe, merupakan menu utama untuk sebagian masyarakat Indonesia setidaknya untuk orang jawa yang tinggal dikota maupun dipelosok tanah air. Rasanya memang pas dengan lidah kita, dibuat dalam sajian yang berbeda tidak akan merubah cita rasanya yang khas. Sebulan yang lalu, tempe masih sangat terjangkau dikalangan konsumen menengah kebawah, hampir tak terbayangkan jika tempe yang pada waktu itu demikian mudah kita dapatkan, kini menjadi produk yang demikian langka dan yang lebih dramatis rakyat kecil berpikir dua kali untuk membelinya karena harga tempe saat ini sudah melambung tinggi tidak seperti sebelumnya , betapa ironisnya kondisi saat ini. sampai tempepun ikut terkena imbasnya dari perekonomian yang jelas sangat tidak stabil dan tampak tidak berpihak pada rakyat kecil, apalagi yang harus kita konsumsi selain tempe? Dagingkah, ayamkah ,ikan lautkah ?sepertinya perlu berpikir dua kali untuk mengganti tempe dengan ayam, daging, ataupun ikan laut, mengingat harga-harga daging, ayam ataupun ikan laut hanya terjangkau oleh kalangan berduit, yang notabene tidak begitu peduli dengan kenaikan segala macam kebutuhan pangan. Jika tempepun yang identik dengan makanan rakyat telah berubah menjadi barang langka dan mahal.
Pada tanggal 24 januari 2008, saya sempat melihat berita diTV yang memberitakan salah satu daerah di Jawa Timur, dimana sebagian besar masyarakatnya mencari Belalang untuk dijadikan lauk makan, mereka sudah tidak sanggup lagi membeli tempe dan kebutuhan lain yang demikian mahal, ini juga terjadi pada petani kedelai di demak jawa tengah, sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap harga kedelai yang mahal sementara mereka sebagai petani daerah merasa dirugikan dengan hasil panen yang dibeli dengan harga yang tidak sesuai dengan kedelai impor, petani ini bersama-sama membakar hasil panen mereka tanpa peduli apakah perbuatan ini justru semakin memperburuk dan merugikan nasib dan masa depan mereka?, inilah bentuk kefrustasian dari sebagian besar rakyat kecil yang seringkali menjadi sasaran empuk dari sebuah kegagalan para pemimpin untuk memperbaiki perekonomian yang sudah sedimikan carut marutnya, sementara apabila kita semakin frustasi melihat hari demi hari yang selalu mendapat suguhan berita harga A, B, C, D,………………naik dan naik. Penyakit kefrustasian akan semakin membentuk perilaku masyarakat menjadi semakin tidak sehat dan cenderung hilang akal, lalu siapakah yang harus bertanggung jawab dengan dampak yang demikian parah ini?.
By: Naomi Saptorini
Rabu, 10 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar