Rabu, 10 September 2008

IBU PERTIWI DALAM POTRET NEGERI

Betapa prihatinnya hidup dalam era ketidakstabilan, semua yang kita lihat, dengar, dan alami membuat hati terasa ngilu, dan apakah ini akibat perbuatan-perbuatan kita yang terlalu sombong dengan kemakmuran dan kesuburan bumi pertiwi, masih banyak dari kita yang berpola pikir terlalu naif untuk menjalani kehidupan di tanah kelahiran, ”tanpa harus kerja keras kita masih bisa hidup, sebatang pohon ditancapkan ketanahpun sudah bisa tumbuh tanpa harus bersusah payah menyiraminya”.
Dan, inilah hasil dari kemalasan-kemalasan yang tererosi menjadi sebuah kefatalan. Yang lebih memprihatinkan lagi, ketika sebagian dari kita diberi kesempatan untuk mendapat pendidikan lebih layak, setidaknya mulai dapat merubah pola pikir naif menjadi lebih rasional, namun kenyataannya kelompok intelektual ini tidak jauh lebih baik dari kelompok-kelompok yang belum terjamah ”pendidikan layak”, kesempatan baik untuk mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya, dan lebih dari itu kelompok intelektual ini banyak yang mendapatkan posisi untuk menduduki jabatan strategis diperusahaan ataupun dipemerintahan belum dapat mengimplementasikan good corporate governance dengan maksimal.
Adapun harapan dan tumpuan Ibu pertiwi pada kelompok intelektual ini,bisa menjadi penerus Bangsa yang bisa membangun dan mengangkat rakyat kecil untuk hidup jauh lebih layak, mengentaskan kemiskinan, membuat solusi bagaimana tanah dan hasil bumi yang demikian subur dapat dikelola dengan semaksimal mungkin kemudian bagaimana menjalankan roda pemerintahan dengan penuh tanggungjawab dan takut akan Tuhan, memperhatikan setiap jengkal kebutuhan dan nasib rakyatnya.
Sepertinya, harapan demi harapan Ibu pertiwi hanya sebuah mimpi panjang, betapa tidak..? tidak jauh didepan mata, banyak peristiwa yang membuat kita menangis dan tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah yang demikian bertubi-tubi melanda bangsa ini. Bencana banjir dan tanah longsor telah menelan banyak korban, gunung meletus, kebakakaran hutan, lumpur lapindo menelenggamkan ratusan rumah, kantor, pabrik dan desa, pengangguran dimana-mana, harga-harga kebutuhan pokok melonjak demikian fantastis membuat rakyat kecil hanya bisa gigit jari karena banyak dari mereka tidak tahu apakah bisa memenuhi kebutuhan pangan hari-hari dan ini sangat kontradiktiktif dengan pejabat-pejabat negeri atau wakil rakyat yang berlomba untuk mendapatkan fasilitas dan tunjangan insentif puluhan juta,kasus korupsi sulit terungkap karena masih banyak dari pejabat yang begitu kuatnya memback up kejahatan berdasi.
Akan dikemanakan negeri tercinta kita?, negeri ini sudah sedemikian kritisnya, apakah penyakit yang sudah membusuk ini harus segera teramputasi dan betapa sakitnya melihat sebuah kenyataan pahit kalau jalan satu-satunya harus diamputasi, ini adalah sebuah peringatan bagi kita yang tinggal dan menikmati di negeri tercinta, kesadaran penuh, instropeksi diri, dan kemauan berubah dari setiap diri sangat membantu menyembuhkan luka-luka yang sebenarnya sudah membusuk dan setidaknya tidak menjalar kebagian lain.


By Saptorini Retnosari

Tidak ada komentar: