Seorang Ibu Setengah baya dengan tampilan seadanya, baju tampak kumal dan rambut tertutup selendang batik agak kusam , Ibu ini sering dipanggil dengan Sebutan Mbok Sri sebagai penjual Brambang Bawang , sebulan sekali secara rutin Mbok Sri mampir ke rumah untuk menawarkan dagangannya. Aku melihat gurat ketegaran ada diwajahnya, betapa tidak, Mbok Sri sering bercerita akan usahanya berjuang mencari sesuap nasi demi menyekolahkan anak semata wayangnya yang sudah duduk dibangku STM kelas 3 ( saat ini sudah lulus ), dan sudah lama Mbok Sri ditinggalkan suaminya entah pergi kemana, sungguh sangat menyentuh bila mendengar cerita-ceritanya……menurutnya, hari-hari dia lalui dengan berjualan brambang bawang keliling memasuki kampung- kampung yang berbeda , bahkan dia rela jika ada pembeli yang membayar dagangannya dengan cara berhutang atau dicicil perminggunya…ah Mbok Sri begitu gigihnya untuk mendapatkan pelanggan, dari berbagai segmen rumah tangga telah menjadi pelanggan tetapnya, untuk menambah dan mempertahan pelanggannya, dia beranikan untuk menjual brambang bawang dengan harga lebih murah dibanding beli kiloan atau eceran dipenjual sayur keliling, sampai-sampai dia mempunyai strategi yang menurutku cukup hebat dan sangat berenterprenuership untuk ukuran seorang Mbok Sri yang sangat sederhana bila dilihat dari penampilannya, latar belakang pendidikan, dan tutur katanya, ya setiap dia menjual dagangannya dia selalu membawa bungkusan kecil yang berisi cabai merah atau buah –buahan untuk diberikan secara gratis pada pelanggannya. Ya…ya, ini yang membuatku sebagai salah satu pelanggannya tidak akan pernah bisa menolak jika Mbok Sri datang kerumah untuk menawarkan dagangannya, entah ini disebabkan rasa tidak enak karena Mbok Sri terlebih dulu memberi sesuatu secara gratis, atau perasaan iba bila melihat kegigihannya dalam mencari sesuap nasi demi anak lelaki satu-satunya, bahkan bisa jadi merupakan kecerdikan mbok Sri dalam “mengikat” konsumen menjadi pelanggan setiannya.
*******
Pernah suatu ketika, Mbok Sri datang kerumah dengan mata kuyu dan tampak kelelahan, ternyata setelah kutanya-tanya, Mbok Sri menjawab pelan dengan mimik malu-malu bila saat ini perutnya benar-benar melilit, rasa lapar yang begitu tak berkompromi karena sedari pagi belum sempat sarapan keburu mengejar bus pagi menuju kota, tidak bisa dibayangkan betapa kuat kaki, tangan, dan tubuh Mbok Sri menggendong dagangannya dengan menempuh perjalanan dari rumah ke jalan raya sekitar 3 km…Mbok Sri berharap dagangannya di siang hari sudah habis terjual dan bisa mengerjakan pekerjaan lain dirumah. Beruntung pagi itu, aku membuat sarapan nasi goreng plus telur dadar dan kerupuk udang, karena masih ada sisanya dua piring, dengan lauk telur dadar plus teh hangat buatan Siti kutawarkan ke Mbok Sri untuk beristirahat melepas lelah dengan “bersarapan” dulu,……..betapa rona keluguannya telah membuat Mbok Sri nampak sangat menikmati suap demi suap nasi goreng buatanku, rasanyapun menjadi nomor kesekian bila dibandingkan dengan perut kosong Mbok Sri yang dirasa belum bisa diajak kompromi karena sedari pagi terus menuntut untuk diisi,ya…ya….tak terpungkiri jika perut Mbok Sri adalah salah satu bagian tubuh yang berandil dalam membantu perjuangan Mbok Sri bekerja mencari sesuap nasi, jadi harus segera diberi makan biar bisa membantu beban Mbok Sri, “Wareg-wareg tenan ”* kata Mbok Sri ke pembantu rumahku ….. mengapa selalu ada rasa empati yang terus membuatku untuk berbelas kasih jika Mbok Sri datang kerumah, mungkin banyak hal yang aku dapatkan dari seorang Mbok Sri…..sebuah potret kehidupan dan pembelajaran berharga dari seorang yang dinamakan perempuan sederhana “ perjuangan untuk tetap hidup demi keluarganya atau seseorang yang dikasihinya, tidak pelit dan selalu ada keinginan untuk memberi buat pelanggannya walaupun sedemikian sulit keberadaan ekonominya “
*******
Mungkin Di Indonesia bahkan dibelahan bumi ini,masih ada berjuta-juta perempuan sederhana yang bernasib sama dengan Mbok Sri, berjuang hidup dengan bekerja mencari sesuap nasi tanpa memikirkan dirinya sendiri namun untuk orang-orang yang dikasihinya, walaupun dia harus menanggung beban hidup yang berkepanjangan, ada yang suaminya menganggur dirumah, ada yang meninggalkannya begitu saja tanpa memberikan nafkan lahir bathin bahkan dengan teganya menikah dengan perempuan lain, ada yang suaminya sakit parah sudah cukup lama terbaring ditempat tidur dan tidak bisa berbuat apa-apa karena lumpuh, bahkan ada suami yang begitu sadisnya memperlakukan seorang isteri seperti pelayan….sungguh ironis !!, Ini merupakan potret nyata diseputar kita, perlakuan-perlakuan tidak adil,kasar, tidak manusiawi dan dipandang sebelah mata masih dan masih menghiasi kaum perempuan sederhana yang masih “terpinggirkan”,…………………….terlalu ekstrimkah pernyataanku ini? Apapun jawabannya, aku hanya ingin mengekspresikan kegemasan dan kegelisahanku terhadap potret-potret perempuan sederhana yang terlihat, terbaca, terdengar, dan terasakan begitu dalam. Maafkan dan maafkan aku jika ini telah menyinggung kaum-kaum “perkasa”. Walaupun aku tidak menutup mata kalau beberapa dari kaum “perkasa” juga ada yang “teraniaya” oleh sosok yang dinamakan perempuan sederhana ini.
*******
Namun betapa Tuhan begitu adil dan baik pada sosok yang dinamakan perempuan sederhana ini, betapa tidak ?!, ditengah perlakuan yang masih sebelah mata dan masih sangat “timpang”, perempuan ini diberi energi ganda untuk terus berjuang hidup dan kuat menjalankan hari-harinya. Tanpa harus bergantung pada Kaum-kaum “perkasa”, perempuan-perempuan ini tetap dapat hidup dan menghidupi dirinya. Usia dan Gurat kelelahan tidak menjadikannya berhenti melangkah, dengan niat dan usahanya yang begitu kuat untuk terus bekerja dan berusaha telah membuatnya semakin menampakkan ketegarannya dalam memaknai arti hidup buat dirinya dan orang-orang yang dikasihinya.
Sungguh, inilah sebuah cermin dan pembelajaran hidup yang perlu menjadi perenungan bagi siapa saja yang masih mau peduli pada sosok yang dinamakan perempuan sederhana ini,.....ternyata keibaan bukan satu-satunya makna kepedulian tetapi lebih kepada keempatian dan kemauan mengangkat sosok yang dinamakan perempuan sederhana ini dalam memberikan nilai yang bermakna bagi hidup untuk terus ikut berjuang melawan “ketimpangan dan ketidakadilan” dengan keikhlasan hati.
Kita sebagai sesama perempuan dan tetap mengajak sosok yang dinamakan kaum “perkasa” untuk mau dengan tulus mengacungkan jempol tinggi-tinggi dengan menggoreskan tinta emas dan mengukuhkan bahwa perempuan sesederhanapun pada dasarnya tidak kalah kuat dari kaum-kaum ”perkasa” , ya ......energi ganda yang diberikan Tuhan merupakan senjata ampuh bagi perempuan manapun untuk menjalankan roda kehidupan.
*******
agustus 2008,
By Saptorini Retnosari.
Rabu, 10 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar